ipa.umsida.ac.id — Penelitian yang dilakukan oleh Dr Noly Shofiyah MPd MSc dan Fitria Eka Wulandari SSi MPd, dosen Pendidikan IPA Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (FPIP Umsida), menegaskan bahwa model Problem Based Learning (PBL) mampu melatih dan meningkatkan kemampuan scientific reasoning atau penalaran ilmiah siswa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis masalah mendorong siswa untuk lebih kritis, analitis, dan mampu menyelesaikan persoalan sains secara sistematis .
PBL sebagai Jawaban Tantangan Abad 21
Penalaran ilmiah merupakan salah satu keterampilan abad 21 yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi tantangan global. Siswa dengan scientific reasoning yang baik akan lebih mudah dalam memahami konsep IPA, membuat keputusan, serta memecahkan masalah nyata. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua sekolah melatih keterampilan ini secara optimal.
Menurut Dr Noly Shofiyah, pembelajaran IPA tidak boleh berhenti pada hafalan teori, tetapi harus memberi ruang pada siswa untuk berpikir ilmiah. “Guru harus mampu menghadirkan pembelajaran berbasis masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari agar siswa terdorong menggunakan logika dan penalaran ilmiah,” jelasnya .
Problem Based Learning (PBL) hadir sebagai jawaban. PBL adalah model pembelajaran berbasis inkuiri yang dimulai dengan menghadirkan masalah nyata untuk diselesaikan siswa. Dalam prosesnya, siswa tidak hanya dituntut mencari jawaban, tetapi juga mengembangkan keterampilan menyelidiki, membuat hipotesis, merancang eksperimen, hingga menyimpulkan data.
Dengan pendekatan ini, siswa tidak lagi pasif mendengarkan penjelasan guru, melainkan aktif terlibat dalam menemukan solusi. Hal ini sesuai dengan tuntutan Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran berbasis proyek dan pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
Proses Penelitian dan Pola Penalaran Ilmiah Siswa
Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dengan menganalisis berbagai sumber buku, jurnal, dan hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topik PBL dan scientific reasoning. Hasil telaah menunjukkan bahwa PBL selaras dengan pola perkembangan kognitif siswa baik pada tahap operasional konkret maupun operasional formal .
Pada tahap operasional konkret, siswa dapat dilatih dengan pola penalaran sederhana seperti:
- Class Inclusion – memahami klasifikasi dan generalisasi.
- Conservation – memahami konsep konservasi pada objek nyata.
- Serial Ordering – menyusun data atau objek dalam urutan tertentu.
- Reversibility – membalik urutan proses secara mental dari kondisi akhir ke awal.
Sementara pada tahap operasional formal, siswa mampu dilatih dalam pola penalaran lebih kompleks, seperti:
- Theoretical Reasoning – membangun hubungan logis pada konsep abstrak.
- Combinatorial Reasoning – mempertimbangkan berbagai alternatif solusi.
- Proportional Reasoning – memahami hubungan fungsional dalam bentuk matematis.
- Control Variables – mengenali variabel penting dalam eksperimen.
- Probabilistic Reasoning – menafsirkan hasil pengamatan yang melibatkan variabel tidak pasti.
Pola-pola ini dapat difasilitasi dengan baik melalui model PBL. Guru berperan sebagai fasilitator yang menyajikan masalah, mengorganisasi siswa dalam kelompok kecil, mendorong pengumpulan data, serta mendampingi penyusunan laporan dan presentasi. Siswa dilatih untuk berargumentasi, berkolaborasi, dan mengkomunikasikan hasil temuannya.
Hasil dan Implikasi bagi Pembelajaran IPA
Hasil kajian menunjukkan bahwa PBL memiliki dampak signifikan dalam melatih kemampuan scientific reasoning siswa. Siswa lebih terlatih dalam merumuskan masalah, membuat hipotesis, merancang eksperimen, menganalisis data, hingga menyimpulkan fakta ilmiah. Kemampuan ini terbukti meningkatkan pemahaman konsep IPA sekaligus membentuk keterampilan berpikir kritis, kreatif, reflektif, dan kolaboratif .
Dr Noly Shofiyah menegaskan bahwa scientific reasoning tidak boleh diabaikan. “Keterampilan ini sangat penting karena menjadi dasar bagi siswa dalam memahami sains sekaligus mengambil keputusan dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.
Implikasi penelitian ini merekomendasikan agar guru IPA di sekolah mulai mengintegrasikan model PBL dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa tidak hanya mampu menguasai konten, tetapi juga memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi yang relevan dengan kebutuhan abad 21.
Selain itu, penerapan PBL dapat membantu siswa lebih percaya diri dalam berargumentasi ilmiah dan bekerja sama dalam kelompok. Hal ini penting untuk mempersiapkan mereka menghadapi era global yang penuh tantangan.
Dengan hasil ini, penelitian Dr Noly Shofiyah dan Fitria Eka Wulandari memberi kontribusi nyata bagi pengembangan strategi pembelajaran IPA di Indonesia. Model PBL terbukti bukan hanya strategi mengajar, tetapi juga sarana membentuk generasi yang ilmiah, kritis, dan adaptif.
Penulis: Mutafarida