ipa.umsida.ac.id — Upaya memperkuat pelaksanaan Kurikulum Merdeka di tingkat SMP terus digencarkan oleh guru penggerak di berbagai sekolah. Salah satunya terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Dr Septi Budi Sartika, M.Pd bersama tim yang merupakan salah satu dosen Program Studi Pendidikan IPA dan Sulistianik di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo. Penelitian ini mengungkap peran signifikan guru IPA penggerak dalam menyukseskan Program Merdeka Belajar yang dicanangkan Kemendikbudristek.
Penelitian yang dipublikasikan dalam Unnes Science Education Journal edisi 13(3), tahun 2024, ini menjawab pertanyaan penting: Bagaimana peran guru IPA penggerak dalam implementasi Kurikulum Merdeka di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo? Temuan ini menjadi sorotan karena menggambarkan praktik nyata transformasi pendidikan berbasis guru penggerak dalam ekosistem sekolah menengah pertama.
Dr Septi menyebutkan bahwa, “Guru penggerak di bidang IPA tidak hanya bertugas mengajar, tapi juga menjadi agen perubahan, fasilitator, dan inspirator bagi guru lain untuk menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid.”
Tugas Guru IPA Penggerak Tak Sekadar Mengajar
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Objek utama penelitian adalah seorang guru IPA di SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo yang telah lulus program Guru Penggerak Kemendikbudristek. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, penyebaran kuesioner, dan dokumentasi berbagai aktivitas belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru IPA penggerak telah melaksanakan berbagai peran strategis, antara lain:
- menyederhanakan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran),
- aktif menyosialisasikan Kurikulum Merdeka kepada rekan sejawat,
- menjadi narasumber pelatihan pengembangan kurikulum,
- dan menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi sesuai kebutuhan siswa.
“Pembelajaran harus berpihak pada siswa dan dirancang sesuai kebutuhan belajar mereka. Saya selalu menekankan pendekatan diferensiasi, baik dari sisi konten, proses, maupun produk,” jelas guru IPA tersebut dalam wawancaranya.
Lebih lanjut, guru ini juga aktif dalam komunitas MGMP IPA, menjadi pelatih IKM, serta mendorong rekan guru lain untuk ikut serta dalam program Guru Penggerak. Tak hanya itu, ia juga menginisiasi kegiatan berbasis proyek (P5) dan memanfaatkan fasilitas laboratorium IPA sekolah secara maksimal untuk menunjang praktik saintifik.
Peran Kolaboratif dan Dukungan Internal Sekolah Jadi Kunci Keberhasilan
Penelitian Dr Septi dan tim juga menyoroti pentingnya dukungan dari rekan sejawat dan manajemen sekolah. Meski menjadi guru penggerak memerlukan waktu pelatihan 9 bulan dan tuntutan inovasi tinggi, dukungan internal sekolah membuat transformasi kurikulum berjalan lebih optimal.
Berdasarkan data kuantitatif dari kuesioner dan dokumentasi, sebanyak 100% responden menyatakan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka di sekolah tidak terkendala oleh SDM, sarana prasarana, waktu, maupun pola pikir guru. Ini menunjukkan kesiapan dan semangat kolaboratif seluruh elemen sekolah.
“Semua guru sangat mendukung pelaksanaan program Merdeka Belajar. Mereka turut aktif dalam pelatihan, mengakses platform Merdeka Mengajar, dan menerapkan hasil pelatihan dalam proses belajar mengajar,” ungkap guru IPA penggerak.
Selain itu, guru penggerak IPA juga berperan sebagai kurator pembelajaran di sekolah, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Ia mengembangkan dokumen alur tujuan pembelajaran (ATP), modul ajar berbasis proyek, hingga menyesuaikan metode evaluasi yang lebih fleksibel dan reflektif.
Dari hasil wawancara, guru tersebut menyimpulkan bahwa, “Guru penggerak adalah kunci dari suksesnya Kurikulum Merdeka, bukan hanya sebagai implementator, tapi juga motor penggerak perubahan budaya belajar di sekolah.”
Riset yang dilakukan oleh Dr Septi Budi Sartika, M.Pd bersama tim menjadi bukti penting bahwa keberhasilan Kurikulum Merdeka sangat dipengaruhi oleh peran aktif guru penggerak, khususnya dalam bidang IPA. Lewat strategi pembelajaran berdiferensiasi, kolaborasi antar guru, dan dukungan manajemen sekolah, Kurikulum Merdeka dapat terimplementasi secara efektif dan berdampak langsung pada peningkatan mutu pendidikan di tingkat SMP.