ipa.umsida.ac.id — Di banyak sekolah, media pembelajaran sering dipahami sebatas “alat bantu mengajar”.
Riset oleh dosen program studi Pendidikan Ipa, Ria Wulandari di Santi Witya Serong School, Thailand menunjukkan pendekatan yang lebih kuat: media pembelajaran dikelola sebagai sistem manajemen yang lengkap mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Penelitian ini menegaskan bahwa pengelolaan media yang efektif mampu meningkatkan kualitas belajar mengajar, sekaligus mengintegrasikan nilai pendidikan dalam nilai Islam dengan praktik pendidikan modern berbasis teknologi.
Mengapa Manajemen Media Pembelajaran Harus Inovatif Bukan Sekadar “Pakai Teknologi”?
Riset ini berangkat dari realitas pendidikan di era global: sekolah dituntut adaptif pada teknologi tanpa kehilangan identitas dan nilai yang menjadi fondasinya.
Dalam konteks sekolah Islam di Thailand, tantangan itu menjadi lebih spesifik karena pembelajaran memuat pengetahuan umum sekaligus nilai Islam di setiap mata pelajaran.
Penulis menekankan bahwa media pembelajaran punya peran sentral dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Dengan pengelolaan yang tepat, media dapat memperjelas materi, memotivasi siswa, dan menghubungkan pengetahuan baru dengan pengalaman belajar sebelumnya.
Namun, penelitian ini juga memberi peringatan penting: teknologi bisa menjadi masalah baru bila tidak dikelola, misalnya distraksi atau lemahnya kontrol terhadap konten.
Karena itu, yang dibutuhkan bukan sekadar inovasi alat, tetapi inovasi manajemen. Riset ini menempatkan manajemen media pembelajaran sebagai rangkaian kerja yang mencakup:
(1) perencanaan program dan kebijakan
(2) pembagian peran yang jelas
(3) pelaksanaan media secara konsisten dan relevan
(4) evaluasi untuk memastikan efektivitas dan kesesuaian nilai.
Inovasi Manajemen Media Pembelajaran di Santi Witya Serong School
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain studi kasus, karena tujuannya bukan menghitung dampak secara statistik, melainkan memahami praktik manajemen media dalam setting nyata sekolah.
Peneliti mengumpulkan data dari pimpinan sekolah, guru, siswa, dan dokumen sekolah melalui wawancara semi-terstruktur, observasi partisipatif, serta analisis dokumen.
Peneliti menyebut bahwa Santi Witya Serong School dipilih karena sekolah ini menghadapi tantangan khas sekolah Islam di masyarakat multikultural.
Tetapi pada saat yang sama melakukan upaya inovasi dalam manajemen media pembelajaran sehingga layak dikaji mendalam.
Kerangka temuannya diarahkan pada empat tahap utama: planning, organizing, implementing, evaluating.
Riset menegaskan bahwa strategi ini ditujukan untuk meningkatkan kompetensi pedagogis guru dan hasil belajar siswa, serta membangun lingkungan belajar yang interaktif, menarik, dan relevan.
Dengan desain seperti ini, riset tidak hanya memotret “apa medianya”, tetapi membedah sistem pengelolaannya: siapa yang merancang.
Siapa yang memastikan perangkat layak, bagaimana media dipakai di kelas, dan bagaimana sekolah memastikan media itu efektif sekaligus sesuai nilai yang dianut.
Tiga Inovasi Kunci Manajemen Media Pembelajaran yang Bisa Direplikasi
Temuan riset menunjukkan bahwa inovasi manajemen media pembelajaran di sekolah ini berjalan lewat empat tahap manajemen yang konsisten
Tetapi ada beberapa inovasi yang menjadi “pembeda” dan relevan untuk dibawa sebagai inspirasi pengembangan pembelajaran.
- Perencanaan partisipatif dan berbasis visi sekolah
Pada tahap perencanaan, sekolah menyusun program pengembangan media dengan melibatkan guru, kepala sekolah, dan komite pendidikan melalui musyawarah bersama agar media yang digunakan sejalan dengan visi sekolah.
Riset menegaskan bahwa perencanaan tidak semata teknis, tetapi mempertimbangkan karakteristik siswa, kebutuhan kurikulum, serta harapan komunitas.
Inovasi penting di tahap ini adalah penggunaan learning management system (LMS) yang dikembangkan secara lokal dan terintegrasi dengan konten.
LMS tersebut dirancang mendukung pembelajaran keagamaan melalui fitur seperti pengingat salat, tafsir digital, serta forum diskusi etika Islam.
2. Pengorganisasian berbasis tim dan unit khusus media
Pada tahap pengorganisasian, sekolah menerapkan pembagian peran yang jelas: guru merancang konten berbasis nilai, tim teknologi memastikan kelayakan perangkat, dan administrasi mengatur anggaran.
Inovasi organisasinya tampak dari pembentukan unit khusus pengembangan media yang bertugas mendesain, mengedit, dan mengawasi konten agar selaras dengan kurikulum pendidikan.
Kehadiran unit ini membuat manajemen media lebih profesional, terarah, dan tidak bergantung pada inisiatif individu.
3. Implementasi konsisten dan evaluasi berbasis data
Pada tahap pelaksanaan, sekolah menggunakan media digital seperti video pembelajaran, aplikasi interaktif Al-Qur’an, dan platform e-learning secara konsisten.
Observasi menunjukkan media ini membuat siswa lebih terlibat karena mereka tidak hanya menerima informasi, tetapi berinteraksi melalui kuis dan diskusi online.
Salah satu inovasi paling kuat adalah pemanfaatan virtual reality (VR) untuk mengenalkan sejarah Islam dan situs penting seperti Mekkah dan Madinah, sehingga siswa mengalami pembelajaran imersif yang meningkatkan motivasi sekaligus memperkuat identitas keagamaan.
Lalu evaluasi dilakukan rutin melalui pertemuan bulanan yang melibatkan guru, siswa, dan orang tua.
Dari hasil wawancara, evaluasi menilai efektivitas media sekaligus kesesuaiannya dengan prinsip pendidikan Islam.
Inovasi evaluasi didorong dengan survei kepuasan siswa dan orang tua menggunakan aplikasi digital; data yang terkumpul dipakai untuk memperbaiki media secara cepat dan tepat.
Dampaknya dinyatakan cukup jelas dalam temuan: berdasarkan wawancara guru, siswa menjadi lebih aktif dalam diskusi, lebih cepat memahami materi, dan hasil belajar meningkat.
Selain itu, integrasi nilai juga diperkuat, misalnya video edukasi mengaitkan konten sains dengan ayat Al-Qur’an sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dan menumbuhkan kesadaran spiritual.
Riset ini juga tidak menutup mata terhadap hambatan. Tantangan yang muncul adalah keterbatasan anggaran dan rendahnya keterampilan teknologi guru.
Namun sekolah meresponsnya melalui pelatihan rutin dan kolaborasi dengan organisasi Islam lokal yang mendukung pengembangan media.
Riset di Santi Witya Serong School Thailand menegaskan bahwa inovasi manajemen media pembelajaran yang berdampak bukan sekadar mengganti media lama dengan teknologi baru, melainkan membangun sistem yang berjalan konsisten dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Inovasi nyata terlihat melalui LMS terintegrasi konten, pembentukan unit khusus media, pemanfaatan VR untuk pengalaman belajar imersif, dan evaluasi berbasis data yang melibatkan siswa serta orang tua.
Hasilnya, berdasarkan wawancara guru, pembelajaran menjadi lebih interaktif: siswa lebih aktif berdiskusi, lebih cepat memahami materi, dan capaian belajar meningkat.
Penulis: Bima Satria D. W
Editor: Nabila Wulyandini












![IMG-20250805-WA0010[2] wisudawan berprestasi](https://ipa.umsida.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/IMG-20250805-WA00102-scaled-e1754440736916-150x150.jpg)





