ipa.umsida.ac.id — Program Studi Pendidikan Ipa Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan (FPIP) Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida).
Fenomena hujan yang sehari-hari kita alami ternyata memiliki proses fisika yang sangat kompleks.
Bagi mahasiswa Pendidikan IPA, memahami proses ini bukan hanya sebatas teori, tetapi juga menjadi bekal penting untuk menjelaskan konsep cuaca kepada siswa secara ilmiah dan mudah dipahami.
Salah satu teori fundamental yang berperan besar dalam menjelaskan bagaimana tetesan air dapat jatuh dari awan adalah Hukum Stokes, sebuah hukum fisika yang menjelaskan gaya hambat fluida terhadap objek kecil yang bergerak di dalamnya.
Artikel ini disusun sebagai ulasan edukatif untuk mengungkap perjalanan partikel air dalam awan, bagaimana gaya hambat berperan penting dalam siklus hidrologi, dan mengapa ukuran tetesan menentukan intensitas hujan yang kita rasakan.
Perjalanan Partikel Air: Bagaimana Hukum Stokes Mengatur Jatuhnya Hujan dari Awan?
Awan terbentuk dari miliaran partikel kecil berupa tetesan air supermikro atau kristal es.
Partikel-partikel ini muncul akibat proses kondensasi, ketika udara lembap naik dan mengalami pendinginan.
Pada tahap awal, tetesan air berukuran sangat kecil hanya beberapa mikrometer sehingga memiliki massa yang sangat ringan.
Ketika partikel ini mulai terbentuk, gaya gravitasi sebenarnya sudah bekerja menariknya ke bawah.
Namun, tetesan kecil tersebut tidak langsung jatuh karena adanya gaya hambat dari udara.
Inilah konsep utama yang dijelaskan oleh Hukum Stokes, bahwa gaya hambat fluida (dalam hal ini udara) berbanding lurus dengan kecepatan gerak partikel dan ukuran diameternya.
Tetesan kecil mengalami hambatan sangat besar sehingga kecepatannya hampir nol; akibatnya, tetesan tersebut cenderung melayang di dalam awan untuk waktu yang lama.
Mereka baru mulai jatuh jika ukurannya bertambah akibat mekanisme collision dan coalescence (tabrakan dan penyatuan tetesan).
Proses ini berlangsung terus hingga tetesan mencapai ukuran “kritis” di mana gaya gravitasi lebih dominan daripada gaya hambat.
Pemahaman ini sangat penting bagi mahasiswa Pendidikan IPA. Dengan memahami hukum Stokes, mereka dapat mengaitkan teori fisika fluida dengan fenomena atmosfer yang terjadi secara nyata.
Pendekatan ini juga membantu menjelaskan mengapa awan tidak langsung menghasilkan hujan meskipun mengandung sangat banyak air.
Rahasia di Balik Awan Mendung: Fisika Gaya Hambat yang Membentuk Siklus Hidrologi

Awan mendung menjadi tanda bahwa jumlah dan ukuran tetesan di dalam awan sudah meningkat secara signifikan.
Pada fase ini, tetesan sudah cukup besar sehingga gaya gravitasi mulai mengungguli gaya hambat udara.
Hukum Stokes membantu menjelaskan hubungan antara viskositas udara, diameter tetesan, dan percepatan gravitasinya.
Ketika udara tidak lagi mampu menahan tetesan yang semakin berat, tetesan tersebut mulai jatuh menuju permukaan bumi.
Ini yang kemudian menghasilkan hujan. Proses tersebut merupakan bagian penting dari siklus hidrologi, yaitu proses perpindahan air dari bumi ke atmosfer dan kembali lagi ke bumi.
Dalam konteks meteorologi pendidikan, memahami dinamika gaya hambat udara memberikan gambaran yang nyata tentang bagaimana hujan terbentuk dan kapan hujan berpotensi turun.
Hal ini juga berkaitan erat dengan pemodelan cuaca, prediksi hujan, dan pemahaman fenomena alam seperti badai, hujan ekstrem, serta cuaca lokal di berbagai daerah, termasuk Sidoarjo.
Siklus hidrologi tidak hanya berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan, tetapi juga menjadi faktor penting dalam pertanian, penyediaan air manusia, dan mitigasi risiko bencana.
Karena itu, mempelajari konsep gaya hambat bukan hanya soal fisika, tetapi juga tentang keberlanjutan lingkungan.
Dari Teori Stokes ke Realitas Cuaca: Mengapa Ukuran Tetesan Menentukan Intensitas Hujan?

Salah satu aspek menarik yang dapat dijelaskan menggunakan Hukum Stokes adalah bahwa ukuran tetesan hujan berpengaruh langsung terhadap intensitas hujan.
Tetesan kecil memiliki massa lebih kecil dan gaya hambat lebih besar dibanding tetesan besar.
Akibatnya, tetesan kecil jatuh dengan kecepatan rendah dan menciptakan hujan ringan atau gerimis.
Sebaliknya, tetesan besar yang mencapai diameter beberapa milimeter memiliki gaya gravitasi yang jauh lebih besar daripada gaya hambat.
Mereka dapat jatuh dengan kecepatan tinggi, menghasilkan hujan deras dengan intensitas yang lebih besar.
Inilah yang menyebabkan hujan badai sering disertai suara tetesan yang keras ketika menghantam permukaan tanah atau atap.
Konsep kecepatan terminal tetesan hujan yang dipengaruhi oleh Hukum Stokes menjadi dasar penting dalam banyak penelitian meteorologi.
Perhitungan ini digunakan dalam radar cuaca, pemodelan hujan, hingga mitigasi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Penulis: Ami Abdi
Editor: Nabila Wulyandini












![IMG-20250805-WA0010[2] wisudawan berprestasi](https://ipa.umsida.ac.id/wp-content/uploads/2025/08/IMG-20250805-WA00102-scaled-e1754440736916-150x150.jpg)





