ipa.umsida.ac.id – Dalam dunia pendidikan abad ke-21, inovasi pembelajaran menjadi kunci keberhasilan. Salah satu inovasi terkini adalah model pembelajaran Multikultural Berbasis Etno-STEAM. Model ini mengintegrasikan Science, Technology, Engineering, Arts, and Mathematics (STEAM) dengan konteks budaya lokal, yang dikenal sebagai etnosains.
Apa Itu Multikultural Berbasis Etno-STEAM?
Model ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis, inovatif, dan kolaboratif siswa. “Pembelajaran ini bertujuan mengembangkan kesadaran akan warisan budaya lokal sekaligus meningkatkan sikap positif terhadap sains,” ungkap Ria Wulandari, salah satu peneliti utama. Dengan mengintegrasikan budaya lokal dalam pembelajaran, siswa diajak untuk memahami konsep sains melalui tradisi atau adat istiadat yang akrab di kehidupan sehari-hari.
Bagaimana Model Pembelajaran Ini Diimplementasikan?
Penelitian ini menggunakan metode pengembangan (R&D) dengan pendekatan Borg & Gall, yang meliputi uji coba lapangan awal, uji coba utama, dan uji coba operasional. Instrumen penelitian berupa kuesioner diberikan kepada siswa kelas VII untuk mengukur respons mereka terhadap model pembelajaran.
Hasil uji coba menunjukkan tingkat respons positif siswa, dengan skor rata-rata 77,4%. Ria Wulandari menjelaskan,
“Siswa merasa lebih mengenal dan menghargai warisan budaya melalui eksplorasi sains, teknologi, dan seni. Mereka juga belajar untuk bekerja sama dan menghargai perbedaan dalam tim.”
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara kelompok, di mana siswa menyelesaikan tugas-tugas yang mengintegrasikan konsep sains dengan elemen budaya.
Manfaat dan Hasil Penelitian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini memberikan banyak manfaat. Pada tahap uji coba awal, 78,6% siswa memberikan respons sangat positif. Siswa merasa lebih tertarik belajar sains karena terintegrasi dengan budaya. Pada tahap uji coba utama, 72,7% siswa menunjukkan respons positif, dengan nilai-nilai multikultural seperti demokrasi, pluralisme, dan humanisme semakin berkembang.
“Melalui kerja kolaboratif, siswa belajar untuk berbagi ide, memahami sudut pandang berbeda, dan meningkatkan partisipasi aktif,” tambah Ria.
Pada uji coba operasional, persentase respons siswa meningkat menjadi 81%. Integrasi budaya dalam sains membantu siswa mengaitkan konsep-konsep sains dengan tradisi yang ada di sekitar mereka. Hal ini membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna dan relevan.
Dampak dan Harapan ke Depannya
Model Multikultural Berbasis Etno-STEAM tidak hanya meningkatkan minat siswa terhadap sains, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial dan emosional. “Kolaborasi antar siswa memungkinkan mereka untuk menghargai perbedaan pendapat dan menciptakan solusi masalah yang beragam,” jelas peneliti.
Harapannya, model ini dapat diterapkan di berbagai sekolah sebagai upaya untuk melestarikan budaya lokal sekaligus meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan melibatkan budaya lokal, siswa tidak hanya belajar sains, tetapi juga memahami pentingnya keberagaman budaya sebagai bagian dari identitas mereka.
Penelitian ini menjadi bukti bahwa inovasi pendidikan yang mengintegrasikan budaya dan sains mampu menciptakan pembelajaran yang tidak hanya efektif, tetapi juga inspiratif.
“Kami berharap model ini bisa diterapkan lebih luas untuk menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kaya secara budaya,” pungkas Ria Wulandari.
Penulis: Mutafarida